Thursday, August 09, 2007
Aktivis Pendatang dan Papuanisasi
Sudah menjadi wacana umum bahwa orang Papua termarji- nalisasi di tanahnya sendiri di Papua. Orang Papua selalu menjadi obyek bagi kepentingan pihak luar, pihak negara, pihak internasional, dan lain-lain. Oleh karena itu semangat untuk mendorong orang Papua bangkit dan memberikan keistimewaan pada orang Papua untuk maju telah menjadi semangat bersama yang dominan di kalangan aktivis LSM, Gereja, maupun di kalangan intelektual atau peneliti. Akhir-akhir ini bahkan semangat ini juga melanda lembaga-lembaga negara di tanah Papua. Inilah yang populer disebut papuanisasi.
Setiap kali ada kegiatan baik itu seminar atau pun lokakarya atau apa pun bentuknya dan berkaitan temanya dengan Papua maka pertanyaan utamanya adalah apakah orang Papua dilibatkan? Segala upaya sudah banyak dilakukan agar orang Papua mendapat tempat utama dalam penentuan nasib atau perencanaan kegiatan yang berakibat pada kehidupan orang Papua. Kritik tajam akan disampaikan ke anda jika anda membuat sesuatu kegiatan 'tanpa melibatkan orang Papua'. Juga ketika lembaga bekerja di Papua tapi tidak dipimpin oleh orang Papua asli. Sekarang ini tren-nya adalah gubernur, bupati, walikota, camat, dan pejabat penting lainnya sudah diduduki oleh orang Papua asli.
Di kalangan aktivis LSM baik lokal, nasional, dan terutama internasional, aktivis asli Papua selalu diutamakan untuk diundang jika mereka membutuhkan pembicara atau partisipan dari Papua. Pengalaman dan pengetahuan yang baik untuk membahas dan membuat program Papua tentu menjadi pertimbangan penting. Tapi itu tidak selalu bisa dicapai. Kadang-kadang pilihannya tidak banyak. Orang-orang tertentu yang tidak memiliki kapasitas yang memadai kadang juga diundang demi memenuhi kriteria orang asli Papua. Ini tidak selalu buruk karena memberi kesempatan lebih banyak bagi orang asli Papua untuk berkembang dan berinteraksi dengan dunia yang lebih luas. Syukur-syukur wawasannya makin luas dan perspektifnya makin terbuka.
Selama ini, mungkin juga dengan semangat papuanisasi lembaga internasional memberikan penghargaan (award) pada aktivis atau pemimpin asli Papua. Tom Beanal, Wakil Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) pernah mendapatkan perhargaan di bidang HAM di AS. Juga Mama Yosepha Alomang yang berbasis di Timika pernah mendapatkan penghargaan di bidang lingkungan hidup dan HAM di AS. Tidak ketinggalan, Chris Warinussi, aktivis berbasis di Manokwari, juga mendapatkan penghargaan HAM di Kanada. Penting untuk dikatakan bahwa orang-orang ini memang layak mendapatkan penghargaan. Di sini secara implisit nampak bahwa penghargaan ini menempatkan etnisitas Papua sebagai pertimbangan penting.
Akhir-akhir ini ada perkembangan menarik. Dunia mulai memberikan pengakuan pada perjuangan aktivis 'pendatang' di Papua. Joan B Kroc, Insitute for Peace and Justice (IPJ), University of San Diego memilih L. Anum Siregar (lihat foto) sebagai salah satu women peacemakers terpilih di dunia ini yang akan dibuat film biografisnya di sana. Dia akan tinggal delapan minggu di AS untuk pembuatan film tersebut dan menghadiri Women Peacemakers Summit pada Oktober 2007. Selama itu dia akan tinggal di apartemen mewah Casa de la Paz milik IPJ yang menghadap Mission Bay San Diego. Seorang penulis dan tim pembuat film akan terus mendampinginya untuk proses pembuatan film itu. Kerja keras dan pengalaman Anum akan diketahui dan dihargai oleh kalangan aktivis perdamaian dan hak asasi manusia di forum internasional.
Siapa Anum itu? Anum Siregar itu dari namanya sudah jelas berdarah Batak. Mamanya memiliki darah Ambon dan mungkin sedikit Manado. Tapi dia lahir dan besar di Papua, terutama di Jayapura. Dia selalu menganggap dirinya orang Papua dan dalam pikiran dan tindakannya komitmen kepapuaannya tidak perlu diragukan lagi. Sekarang ini Anum adalah direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP) dan Sekretaris Jendral Majelis Muslim Papua (MMP) yang berdiri pada 2007. Jasanya untuk HMI Jayapura, Solidaritas Perempuan Papua (SPP), Angganetha Foundation, dan sejumlah LSM lainnya diketahui oleh kalangan luas. Yang mengesankan adalah pengalamannya ketika menjadi pengacara Ketua PDP Theys Eluay dan kesungguhannya selalu mendampingi kasus-kasus hukum yang menimpa rakyat kecil.
Kerja kerasnya tidak selalu dihargai. Beberapa ungkapan sinis menerpanya karena statusnya sebagai 'pendatang' atau si rambut lurus. Untuk ukuran seorang aktivis sekaliber Anum, dia termasuk jarang diundang ke luar negeri. Dia adalah tipe orang yang bekerja dan bekerja. Tidak pandai sama sekali membuat 'iklan diri'. LSM yang dia pimpin, AlDP, belum memiliki website sampai hari ini. Tapi itu tidak berarti bahwa karya mereka tidak penting untuk Papua. Sebagai seorang aktivis Islam, dia juga menerima berbagai tuduhan sebagai salah satu pelopor islamisasi di Papua. Satu-satunya iklan terkuatnya adalah tetap bekerja untuk Papua dan menjaga integritasnya sebagai aktivis. Secara pribadi dan sebagai peneliti, saya adalah salah satu orang yang tidak pernah meragukan integritasnya.
Kini Universitas San Diego mewakili banyak orang di Papua dan di belahan dunia lainnya yang sudah berterima kasih pada seorang Anum untuk semua perjuangannya. Seorang pendatang yang mencintai Papua sebagai tanah kelahirannya dan telah berbuat banyak untuk Papua memang harus diberikan penghargaan. Semangat Papua Baru seharusnya memang tidak hanya berdasarkan pada kriteria primordial, tetapi juga pada kriteria substansial seperti integritas dan kepemimpinan serta hasilnya yang nyata untuk orang Papua pada umumnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment