Saturday, April 04, 2009

Seminar Pemilu dan Marjinalisasi orang Papua di Kaimana


Pada 28 Maret 2009 yang lalu diadakan pelantikan Pengurus Majelis Muslim Papua (MMP) wilayah Kaimana. Untuk memeriahkan acara tersebut, panitia juga menyelenggarakan seminar sehari dengan tema “Pemilu dan Demokrasi di Papua”. Untuk acara ini diundanglah dua ahli politik dari LIPI, yaitu Prof Dr Syamsudin Haris dan Prof Dr Ikrar Nusa Bhakti. Selain mereka berbicara pula Amiruddin al Rahab (Elsam Jakarta), Anum Siregar (Sekjen MMP dan direktur ALDP Jayapura), Moh Thaha Alhamid (Sekjen Presidium Dewan Papua) dan saya sendiri.

Pada pagi hari acara pelantikan dilakukan hingga jam 11.00 setelah itu langsung dilanjutkan dengan seminar. Haris berbicara tentang pemilu legislatif dan pemilu presiden dengan segala persoalannya. Tema ini ditanggapi oleh Ikrar, Anum, dan Amiruddin. Sedangkan saya sendiri mengangkat tema hubungan pemilu dengan perbaikan masalah mendasar Papua dalam hal pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, dan marjinalisasi orang asli Papua. Tema ini juga ditanggapi oleh Thaha yang berbicara panjang tentang problem pemilu di papua dan pembangunan di masa Otsus.

Tanggapan kalangan pimpinan di Kaimana sangat positif. Bupati, Kapolres, dan Dandim Kaimana mengikuti acara dari awal hingga akhir. Tidak ketinggalan pula Ketua DPRD Kabupaten Kaimana dan anggota-anggota DPRD yang lain. Sekretaris Daerah Kabupaten Kaimana sendiri bertindak sebagai moderator seminar. Di tengah-tengah hadirin saya menyaksikan Ketua Bappeda dan pejabat penting kabupaten. Menariknya semuanya mengikuti acara dari awal hingga penutupan yang dilakukan oleh Bupati Kaimana Hasan Achmad Aituarauw. Ini menarik karena menurut pengalaman saya di Jayapura, para pejabat pemerintah daerah biasanya tidak tertarik mengikuti diskusi seminar. Biasanya mereka hadir pada pembukaan saja dan kemudian menghilang dengan kesibukan masing-masing.

Pertanyaan dan komentar yang muncul dari peserta sangat antusias. Thaha Alhamid mengungkapkan persoalan Daftar Pemilih Tetap yang jumlahnya sama dengan jumlah penduduk di seluruh Tanah Papua yaitu sekitar tiga juta jiwa. Ini berarti ada kesalahan serius dalam pendataannya. Melihat persiapan yang ada di Papua, Thaha mengkhawatirkan konflik-konflik yang akan muncul setelah pemilu digelar dan penghitungan suara dimulai. Thaha menyayangkan bahwa tidak ada pihak yang sungguh-sungguh mempersoalkannya dari awal tapi nanti kalau merasa dirugikan baru mulai protes dan membuat keributan.

Tema marjinalisasi orang asli Papua juga mendapatkan perhatian besar dari peserta. Thaha Alhamid membacakan surat dan mengeritik pernyataan dari pimpinan adat di Kaimana yang menuntut bahwa hasil pemilu legislatif di Kaimana harus seratus persen diberikan kepada putra daerah asli Kaimana. Menurutnya, tuntutan ini tidak masuk akal. Pemilu menurutnya harus demokratis dan tidak mempersoalkan putra daerah atau bukan. Yang terpenting baginya adalah kapasitas dan komitmen caleg-caleg yang terpilih untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat.

Saya sendiri menyampaikan kritik secara umum terhadap pertanyaan mengenai apakah mungkin marjinalisasi diatasi dan apakah mungkin Papua memisahkan diri dari Republik Indonesia. Untuk pertanyaan ini, saya mengatakan bahwa apa pun aspirasi dan tujuan politik setiap warga negara sah-sah saja untuk dinyatakan. Yang terpenting setiap aspirasi dan cita-cita yang dianggap baik harus diperjuangkan bersama-sama dengan cara damai dan demokratis. Setiap orang harus bekerja, berorganisasi, dan mengembangkan agenda dan melakukan kerja-kerja politik yang konkrit. Bukan hanya dengan demo dan tuntutan verbal.

Acara berlangsung hingga pukul 17.00 dan ditutup oleh Bupati Hasan Achmad. Menariknya, Bupati membuat pidato penutupan dengan sangat teratur. Tanpa disadari beliau sebenarnya membuat catatan seminar yang komprehensif. Tema-tema yang muncul selama seminar dibahasnya dengan cerdas dan runtut. Dia menunjukkan kepada hadirin bahwa pemerintah Kabupaten Kaimana dengan segala keterbatasannya telah melakukan banyak hal untuk menjawab persoalan-persoalan mendasar seperti masalah pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan secara marjinalisasi orang asli Papua.
(Foto: Bupati Kaimana Hasan Achmad Aituarauw, oleh Muridan Widjojo/Jafar Werfete, 2009)

1 comment:

Unknown said...

Great news!