Pada edisi sebelumnya, saya bercerita tentang mengapa Konsultasi Publik (KP) Dialog Jakarta-Papua diperlukan. Pada kesempatan ini saya ingin bercerita sejauh mana KP dapat dilangsungkan di Tanah Papua dan keadaan apa saja yang dihadapi oleh Jaringan Damai Papua (JDP).
Masukan-masukan dari kegiatan konsultasi publik (KP) di sembilan kabupaten telah dicatat oleh JDP. Hal-hal yang menyangkut TOR Dialog semacam representasi, agenda atau materi dialog serta keterlibatan pihak ketiga di dalam dialog sudah dihimpun. Pelajaran dan pengalaman selama konsultasi publik juga akan dilaporkan secara menyeluruh. Untuk sementara ini, demi lancarnya proses pra-dialog, hasil-hasil KP JDP akan dikomunikasikan secara hati-hati kepada pimpinan-pimpinan Papua dan pihak pemerintah Republik Indonesia di Jakarta sebagai bekal persiapan dialog.
Model konsultasi publik yang mengundang 50 pemimpin Papua akar rumput di masing-masing wilayah berlangsung secara mulus di Wamena, Timika, Biak, Enarotali, Merauke dan Jayapura.
Model KP yang mengundang 50 pemimpin Papua akar rumput di masing-masing wilayah berlangsung secara mulus di Wamena, Timika, Biak, Enarotali dan Merauke. Para peninjau yang di luar dari 50 perwakilan diijinkan untuk berada di dalam ruangan dan jika mereka memiliki pertanyaan atau komentar mereka dapat meminta salah satu dari perwakilan untuk meneruskan pertanyaan atau komentar mereka. Selama waktu jeda, mereka melobi perwakilan yang mereka kenal untuk menyampaikan aspirasi mereka. Praktik yang baik sudah terjadi di Biak dan Merauke.
Beberapa kelompok masyarakat Papua ada yang merasa kurang nyaman dengan sistem representasi 50 orang yang diperkenalkan oleh JDP. Perwakilan masyarakat yang jumlahnya 50 orang dianggap tidak cukup. Ini jelas sekali terlihat saat KP di Sorong dan Manokwari. Ketidakpercayaan terhadap pemimpin sendiri masih tinggi. Ketidakpercayaan dan kecurigaan terkait dengan pengalaman pahit sejarah Pepera 1969. Mereka juga menuduh bahwa KP dilakukan secara tertutup dan tidak transparan. Yang mereka inginkan adalah suatu KP di mana semua orang dapat mendengar dan menyatakan gagasannya tanpa batasan.
Banyak peserta akhirnya menyadari pentingnya konsolidasi dan persatuan di kalangan pemimpin Papua dan kalangan akar rumput agar mampu mempersiapkan lahan untuk dialog.
Banyak peserta akhirnya menyadari pentingnya konsolidasi dan persatuan di kalangan pemimpin Papua dan kalangan akar rumput agar mampu mempersiapkan lahan untuk dialog. Otokritik ini muncul banyak kali terkait dengan kondisi sosial politik masyarakat yang terfragmentasi di dalam sekat-sekat etnisitas, faksi-faksi politik dan keagamaan. Selain itu, partisipan KP juga menyadari bahwa kebijakan pemerintah tentang pemekaran provinsi dan kabupaten dan rekrutmen anggota baru “Barisan Merah Putih” memperburuk friksi dan fragmentasi yang sudah ada di kalangan masyarakat.
Mayoritas partisipan KP kebanyakan datang dari kelompok-kelompok pro-merdeka atau kelompok moderat tengah lainnya. Meskipun kelompok pro-Indonesia semacam kelompok “Merah Putih” telah diundang, mereka cenderung untuk tidak hadir kecuali di Wamena. Di Wamena ada tiga partisipan KP dari pro-“Merah Putih” yang hadir ternyata tidak diganggu sama sekali dan bebas menyatakan pendapatnya. Pada saat yang kurang lebih sama, di Wamena kelompok “Merah Putih” juga melakukan pertemuan di suatu hotel di Wamena.
Perwakilan kelompok bersenjata yang sering disebut dengan TPN/OPM juga hadir pada KP di sejumlah kabupaten, misalnya di Wamena, Timika, Biak, Manokwari dan Enarotali. Tidak satu pun dari mereka yang secara terbuka menolak gagasan dialog. Semuanya menyatakan persetujuannya terhadap gagasan JDP. Di Timika utusan khusus kelompok ini bertemu dengan pimpinan JDP dan secara eksplisit menyatakan dukungan mereka.
Penolakan datang dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang menuntut referendum yang memang menjadi agenda bersama mereka dengan Free West Papua Campaign di bawah kepemimpinan Benny Wenda di Oxford Inggris. Meskipun mereka menolak, JDP tetap mengundang perwakilan kelompok ini. Di Manokwari dan Timika perwakilan mereka hadir. Konsisten dengan agenda mereka sendiri, mereka menuntut referendum sebagai jalan penyelesaian konflik Papua. Kalau pun diadakan dialog harus melibatkan pihak ketiga internasional. Sebagai tambahan, mereka menyatakan kecurigaan pada LIPI sebagai salah satu inisiator KP karena LIPI adalah lembaga negara. Ini penting untuk dicatat bahwa JDP bersifat terbuka dan merangkul semua pihak.
Format mediasi dan agenda dialog bukanlah wewenang JDP sebagai fasilitator. Hak dan wewenang untuk menentukan format mediasi dan agenda dialog berada di tangan pihak-pihak yang berkonflik yakni pemerintah Indonesia dan pemimpin Papua.
Selama KP diadakan, ada dua demo yang diberitakan oleh koran lokal menolak Dialog Jakarta-Papua. Meskipun demikian, setelah pembicaraan dengan koordinator JDP dengan pendemo, pertama, disimpulkan bahwa ada semacam salah paham di pihak pendemo tentang konsep dialog yang kemudian diperburuk oleh rumor sms di antara aktivis lokal. Kedua, di Manokwari misalnya, demo dibuat oleh beberapa orang dari KNPB dan WPNA yang menuntut dialog internasional yang menjamin keadilan. Itu berarti bahwa mereka tidak menolak gagasan dialog itu sendiri. Mereka mencurigai bahwa JDP sudah menentukan format dialog nasional tanpa mediator internasional. Perlu dipahami, format mediasi dan agenda dialog bukanlah wewenang JDP sebagai fasilitator. Hak dan wewenang untuk menentukan format mediasi dan agenda dialog berada di tangan pihak-pihak yang berkonflik yakni pemerintah Indonesia dan pemimpin Papua.
Kehadiran agen-agen intelijen dalam jumlah lebih dari sepuluh orang di masing-masing KP sangat menyolok dan cenderung mengganggu ketenangan panitia lokal dan partisipan.
Kehadiran agen-agen intelijen dalam jumlah lebih dari sepuluh orang di masing-masing KP sangat menyolok dan cenderung mengganggu ketenangan panitia lokal dan partisipan. Di Wamena paling tidak ada duabelas agen intel di dalam dan di luar gedung pertemuan. Bahkan salah seorang agen mengambil materi KP tanpa ijin sehingga mengundang reaksi tak ramah panitia. Di Biak beberapa agen intel dengan mengacungkan pistol mengejar salah satu anggota panitia lokal yang untungnya dapat diselamatkan. Jumlah agen intel yang hadir terbanyak di Merauke. Mereka tersebar di dalam gedung, di pintu masuk, di jendela-jendela gedung dan berseliweran di sekitar acara. Mereka memotret, merekam suara dan gambar dengan cara yang menyolok. Bahkan salah seorang perwira intel mendesak untuk mendapatkan daftar partisipan. Panitia diancam, jika daftar tak diberikan, acara serupa akan dibubarkan di kemudian hari.
KP yang sudah dilaksanakan belum berhasil melibatkan kelompok “Merah Putih” secara signifikan. Oleh karena itu diperlukan program khusus untuk mendekati mereka. Meskipun demikian perlu disadari bahwa instansi pemerintah tertentu juga secara diam-diam memobilisasi mereka untuk membuat pertemuan yang melawan KP versi JDP. Jika ini benar-benar dijalankan secara meluas, JDP perlu membuat tim khusus untuk mengantisipasi delegitimasi yang sudah dijalankan oleh kelompok tersebut tetapi harus dengan cara-cara damai dan demokratis.
… ada kebutuhan untuk membuat kampanye publik dialog Jakarta-Papua terutama untuk publik di tingkat provinsi dan nasional.
Beberapa pihak mengatakan bahwa KP belum berhasil menjangkau publik yang lebih luas dari kelompok sasaran yang sudah didekati. Oleh karena itu ada kebutuhan untuk membuat kampanye publik dialog Jakarta-Papua terutama untuk publik di tingkat provinsi dan nasional. Ada banyak lembaga penting dan tokoh-tokoh kunci yang belum didekati oleh JDP. Pada masa mendatang JDP melihat pentingnya pendekatan yang lebih sistematis pada organisasi keagamaan, jurnalis, LSM, organisasi perempuan, mahasiswa dan pemuda serta publik secara meluas.
Dengan segala kekurangannya, JDP dalam kerjanya mengutamakan kejujuran dan keterbukaan. JDP hanya bisa berhasil jika masyarakat Papua dan pemerintah Indonesia memberikan dukungan pada proses yang sudah dimulai. JDP tidak memberikan janji hasil apa pun tetapi berusaha dengan sekuat tenaga untuk mendorong proses dialog yang demokratis, jujur, dan bermartabat.
Keterangan:
Foto 1: Octavianus Takimai, Fadhal Alhamid dan Markus Haluk menjadi fasilitator Konsultasi Publik di Fakfak 13 Mei 2010.
Foto 2: Spanduk Konsultasi Publik di Fakfak
Foto 3: Para peserta Konsultasi Publik di Fakfak termasuk Kakankesbang Fakfak.